1.
Ikhlas sebagai kunci ilmu dan pemahaman.
Jadikan maksud dan tujuan kita dalam menghafal sebagai bentuk taqarrub kepada
Allah SWT. Hadirkan pada diri kita bahwa yang sedang kita baca adalah
Kalamullah Azza wa Jalla. Waspadalah, motivasi kita dalam menghafal bukanlah
untuk mendapatkan kedudukan di tengah-tengah masyarakat atau untuk mendapatkan
penghasilan dunia, upah, dan hadiah, melainkan karena Allah SWT semata. Allah
SWT tidak akan menerima amal kecuali amal itu dikerjakan secara ikhlas
untuk-Nya semata.
2. Menjauhi kemaksiatan dan perbuatan dosa.
Hati yang diselimuti oleh kemaksiatan dan disibukan dengan serbuan syahwat
dunia tidak akan mendapatkan porsi cahaya Al-Qur’an. Kemaksiatan akan menjadi
penghalang dalam menghafal Al-Qur’an. Ibnu Mubarak rahimahullah berkata :
Aku melihat dosa-dosa itu akan mematikan hati
Selalu melakukan dosa akan mewariskan kehinaan
Meninggalkan dosa merupakan hidupnya hati
Baik bagi dirimu bilamana meninggalkannya
Dikisahkan, suatu hari
Imam Syafi’i rahimahullah yang memiliki kecepatan dalam menghafal mengadu
kepada gurunya, Waki’, karena mengalami kelambatan dalam menghafal. Waki’ lalu
memberikan obat mujarab, yaitu dengan nasihat agar dia meninggalkan perbuatan
maksiat dan mengosongkan hati dari setiap penghalang antara dia dan Tuhan. Imam
Syafi’I rahimahullah berkata:
Aku mengadu kepada (guruku) Waki’ atas buruknya hafalanku
Maka diapun memberiku nasihat agar aku meninggalkan kemaksiatan
Dia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang selalu bermaksiat.
Barangsiapa memiliki kesungguhan untuk menjauhi kemaksiatan, maka Allah Azza wa
Jalla akan membukakan hatinya untuk mengingat-Nya, membimbingnya dalam
mentadaburi ayat-ayat kitab-Nya, memberikan kemudahan dalam menghafal dan
mempelajarinya.
3. Memanfaatkan masa kanak-kanak dan masa muda.
Anak kecil memiliki banyak waktu luang. Ahnaf bin Qais meriwayatkan, dia pernah
mendengar seseorang berkata:
“Belajar waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”.
Maka Ahnaf pun berkomentar:
“Orang dewasa itu lebih pandai, akan tetapi hatinya lebih sibuk”.
Namun demikian, orang yang masa mudanya telah berlalu, jangan sampai merasa
tidak memiliki kesempatan dan merasa lemah dalam menghafal. Sebabnya, bila dia
kosongkan hatinya dari segala kesibukan dan kegundahan, maka dia akan
mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman :
“Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran. Maka adakah
orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. Al-Qamar/54 :17)
Ketika seseorang beranjak dewasa, penglihatannya akan melemah. Tekadang dia
tidak mampu membaca Al-Qur’an dari mushaf. Saat dewasa itulah dia akan
mendapatkan yang telah dihafalnya. Simpanan hafalan dalam dadanya itu akan
dibaca dan dinikmat dalam tahajudnya. Jika dia tidak mengingat sedikit pun yang
telah dihafalnya, maka betapa besar penyesalannya.
4. Memanfaatkan waktu giat dan senggang.
Tidak layak menghafal waktu lelah dan membosankan, atau ketika pikiran sibuk
dalam suatu perkara, karena semua itu akan menghalangi konsentrasi dalam menghafal.
Pilihlah waktu giat dan keadaan pikiran sedang tenang. Alangkah baik menghafal
dilakukan setelah Shalat Fajar (Subuh) karena lebih banyak manfaatnya, terlebih
bagi orang yang tidur malam lebih awal.
Menggunakan waktu-waktu giat sangat penting. Kita harus mengetahui kapan diri
kita bangkit untuk bekerja dan kapan beristirahat.
Bila datang kesempatanmu, maka pergunakanlah ia sebaik-baiknya
Karena akhir setiap yang bergerak adalah ketenangan
Jangan kamu lalai melakukan kebaikan saat ada kesempatan
Karena kamu tidak tahu kapan ketenangan (kesempatan) itu akan kembali
Di antara keindahan lantunan bait syair Imam Syafi’i agar kita menggunakan
kesempatan untuk bergegas melakukan ketaatan adalah :
Bila orang-orang mulai terlelap tidur, aku pun menangis
Dan aku lantukan di antara bait syair yang terindah
Bukankah kerugian itu adalah malam-malam yang berlalu
Berlalu tanpa dilalui menuntut ilmu dan akan dihisab umurku?
5. Memilih tempat yang tepat.
Jauhi tempat-tempat bising dan keramaian agar kita dapat berkonsentrasi.
Sebaik-baik tempat untuk menghafal Al-Qur’anul Karim adalah rumah-rumah Allah
(masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda.
6. Motivasi diri dan tekad yang benar.
Keinginan yang kuat dan benar akan memberikan pengaruh yang besar dalam menguatkan,
memudahkan, dan berkonsntrasi dalam menghafal. Orang yang menghafal di bawah
pengaruh tekanan kedua orangtuanya atau gurunya, tanpa timbul motivasi dari
dalam dirinya, maka hal itu tidak akan berlangsung lama dan pasti akan
mengalami masa futur (lemah semangat) yang berat.
Motivasi diri dan tekad yang benar akan bertambah dengan adanya penyemangat
yang berkesinambungan, penjelasan tentang ganjaran dan kedudukan yang mulia
bagi para penghafal Al-Qur’anul Karim dan majelis Al-Qur’an, serta adanya pengobaran
semangat berlomba dalam halaqah Qur’an, rumah, atau sekolah.
Tekad yang benar dengan sendirinya akan menghilangkan bisikan-bisikan setan.
Nafsu ammarah (jiwa penyuruh keburukan) pun akan sirna. Imam Ibnu Rajab
Al-Hambali rahimahullah berkata:
“Barangsiapa memiliki tekad yang benar, maka setan akan berputus asa
darinya, dan bila mana seorang hamba tidak teguh pendiriannya, maka setan akan
selalu mengganggunya dan menjanjikan angan-angan yang terlalu jauh”.
Imam Ibnu Al-Jauzi rahimahullah bercerita tentang dirinya:
“Aku pernah merasakan manisnya dalam menuntut ilmu, aku pun menjumpai
berbagai ujian yang menurutku lebih manis dari pada madu dikarenakan aku
menginginkan yang aku harapkan”.
7. Memfungsikan semua indera.
Kemampuan satu orang dengan lainnya pasti berbeda, apalagi dalam menghafal
Al-Quran. Namun, menggunakan semua pancaindera secara optimal akan memberikan
kemudahan untuk menyimpan hafalan secara baik dalam ingatan.
Dalam proses menghafal Al-Quran ini, hendaknya kita dapat menfungsikan indera
penglihatan, pendengaran, dan ucapan. Setiap indera kita memiliki jalan yang
akan menyampaikannya kepada otak. Apabila cara yang dilakukan beraneka ragam,
maka akan menghasilkan hafalan yang kuat dan mantap.
Kita bisa memulainya dengan membaca ayat yang akan kita hafal secara jahriyah
(bersuara). Kita harus melihat dengan teliti halaman yang kita baca, serta
mengulang-ngulannya, sampai halaman mushaf terekam dalam ingatan.
Hendaknya pendengaran kita gunakan dalam membaca sehingga terasa nyaman, khususnya
bila kita membacanya dengan lagu yang indah.
Hindari cara-cara menghafal yang keliru, misalnya melihat mushaf dengan tidak
bersuara, mendengarkan kaset Al-Qur’an tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup
dengan suara bacaan yang pelan.
8. Menggunakan satu cetakan mushaf.
Pilihlah cetakan Mushaf Huffazh, yaitu mushaf yang tiap awal halamannya diawali
ayat baru dan di halaman itu pula berakhir ayat sesudahnya. Ini akan memberikan
pengaruh cukup besar kepada kita dalam memberikan gambaran bentuk dan letak
halaman dalam ingatan. Juga kita akan kembali terfokus ketika melakukan
murajaah (mengulang hafalan).
Bila cetakan mushaf yang digunakan berubah-ubah, maka akan memberikan gambaran
yang berbeda di dalam ingatan. Kita tidak akan dapat konsentrasi sehingga
membuyarkan hafalan yang ada.
Jangan lupa untuk menggunakan mushaf saku atau mushaf yang dicetak per juz yang
selaras dengan cetakan mushaf yang digunakan selama ini. Jadikan mushaf saku
itu selalu bersama kita, di mana pun kita berada. Dengan mushaf tersebut kita
dapat segera memanfaatkan waktu yang ada untuk hafalan baru atau mengulang
hafalan yang ada.
9. Bacaan yang baik dan benar.
Sebelum mulai menghafal, kita harus membenahi bacaan terlebih dulu dengan
merujuk kepada salah seorang guru yang memiliki bacaan yang baik dan benar.
Bisa juga dengan mendengarkan potongan surat/ayat yang akan kita hafal, dengan
suara salah seorang qari dari dari MP3 atau sejenisnya.
Bacaan yang baik dan benar itu diperlukan agar kita tidak jatuh kepada
kesalahan dalam menghafal. Jika dalam proses menghafal kita salah membaca, maka
kita akan mendapatkan kesulitan dalam memperbaikinya setelah melekat dalam
ingatan. Imam Munada rahimahullah berkata:
“Ketahuilah bahwa menghafal itu ada beberapa cara, di antaranya adalah seseorang
dapat membaca di hadapan orang yang lebih baik hafalannya, karena orang yang
baik hafalannya lebih peka terhadap kesalahan orang yang membaca di hadapannya
dibandingkan si pembaca tersebut terhadap kesalahannya sendiri saat membaca
hafalan”.
Dengan demikian, kita harus berusaha untuk ikut talaqqi Al-Qur’an secara
musyafahah (berhadapan langsung) dengan para penghafal Al-Qur’an atau para
syaikh yang baik bacaannya, agar nantinya kita akan terhindar dari kesalahan
dalam membaca.
Guru-guru Al-Quran tentu akan sangat memperhatikan perbaikan bacaan ayat-ayat
yang akan dihafal oleh para muridnya. Mereka juga akan selalu membimbing
muridnya untuk memperbaiki kata-kata yang sering salah baca, yaitu dengan
menugasi mereka agar mengulang hafalannya di hadapan kawan-kawan untuk
menghindari berbagai kesalahan pada saat menghafal.
10. Hafalan yang saling berikatan.
Jangan lupa, hafalan kita harus saling berikatan. Setiap kali kita menghafal
satu ayat dengan baik, hendaknya kita mengulanginya dengan kembali membaca ayat
sebelumnya yang telah kita hafal, setelah itu barulah pindah ke ayat-ayat
berikutnya.
Usahakan, setelah kita menyelesaikan hafalan surat tertentu, jangan dulu tidak
beranjak ke surat lainnya, sebelum kita yakin bahwa ayat-ayat yang telah kita
hafalkan sudah benar-benar melekat di memori kita.
11. Memahami makna ayat yang dihafal.
Di antara hal yang dapat membantu mengikat ayat-ayat yang dihafal dan
memudahkan dalam proses menghafal adalah sesekali merujuk kepada beberapa kitab
tafsir yang disusun secara ringkas. Hal itu agar kita dapat memahami ayat-ayat
tersebut, walaupun secara global.
Tentunya, hal itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah menguasai bahasa
Arab dengan baik. Tapi bagi mereka yang belum menguasainya, bisa juga
menggunakan Mushaf terjemahan. Pemahaman makna ayat/surat akan banyak membantu
kita dalam menghafal.
12. Hafalan yang baik: jangan tergesa-gesa.
Ketika kita ingin memulai menghafal Al-Quran, usahakan jangan tergesa-gesa
ingin cepat hafal ayat atau surat yang baru satu atau dua kali kita baca.
Hafalan yang baik akan didapatkan dengan cara membaca berulang kali ayat-ayat
yang akan kita hafal. Paling tidak, kita dapat membacanya minimal tujuh kali.
Setelah kita merasakan ayat-ayat yang baru saja kita baca tadi telah melekat di
dalam memori kita, barulah kita boleh pindah ke ayat berikutnya.
Banyak santri atau orang yang sedang menghafal Al-Quran, setelah membaca dua
sampai tiga kali ayat yang akan dihafalnya, merasa sudah hafal. Setelah itu, ia
pun mencoba pindah ke ayat berikutnya karena ingin segera menghafal ayat lain.
Mungkin, hal itu terjadi karena adanya persaingan, para santri pun berlomba,
atau sang guru membebaninya dengan hafalan dan target-target yang memberatkan.
Hal demikian sebenarnya tidak dapat dibenarkan dalam proses menghafal Al-Quran
yang baik. Cara menghafal demikian tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Menghafal sedikit-sedikit lebih baik daripada banyak tetapi terputus. Menghafal
dengan tergesa-gesa akan mengakibatkan cepat lupa.
Terkadang yang menjadi penyebab fenomena tersebut adalah merasa puas dengan
dirinya dan terperdaya akan hal itu –merasa cukup dengan membaca beberapa kali
ayat/surat yang akan dihafal.
13. Memiliki bacaan yang berkesinambungan.
Hendaknya kita segera membaca Al-Qur’an ketika kesempatan itu datang. Sering
membaca Al-Qur’an akan mempermudah dan melekatkan hafalan dalam memori kita.
Bacaan yang banyak itu termasuk di antara metode paling mendasar dalam
mengulang-ngulang hafalan.
Ayat/surat yang banyak kita baca dan perdengarkan kepada orang lain, akan dapat
membantu kita dalam menghafal dan kita tidak perlu lagi bersusah-payah
menghafalnya. Saat menghafal, ketika kita sampai pada ayat-ayat yang sering
dibaca itu, maka kita akan melaluinya dengan mudah.
Kita ambil contoh, Surat yasin, Al-Waqi’ah, Al-Mulk, dan ayat-ayat terakhir
dalam surat Al-Furqan, terlebih lagi surat-surat terdapat dalam Juz ‘Amma dan
ayat-ayat terakhir dalam surat Al-Baqarah yang sering dibaca banyak orang, akan
lebih mudah kita hafal karena kita sering membaca dan mendengarnya dari orang
lain.
Dari sini akan terlihat perbedaan yang amat mencolok antara orang yang memiliki
wirid Al-Quran (tilawah harian) dengan yang tidak memilikinya. Bila kita
terbiasa membaca Al-Qur’an setiap hari, secara berkesinambungan dan dengan
target tertentu, kita akan dapat menghafal Al-Quran dengan mudah. Kita akan
sering dapati, ayat/surat yang akan kita hafal seakan-akan sudah pernah kita
dihafal. Kita akan sulit menghafal jika kita jarang atau sedikit membaca
Al-Quran dan tidak memiliki target tertentu setiap harinya.
Jangan lupa, membaca Al-Qur’an itu ibadah dan bentuk taqarrub kepada Allah SWT.
Setiap ayat yang kita baca bernilai satu pahala yang dilipatgandakan menjadi
sepuluh kali lipat.
14. Kuatkan hafalan dalam shalat.
Banyak membaca surat-surat yang pernah kita hafal akan dapat menguatkan dan
melekatkan hafalan dalam memori, khususnya dalam shalat. Oleh karenanya,
hendaknya kita selalu bersungguh-sunguh mengulang-ngulang hafalan dengan
membacanya di dalam shalat. Kita dapat melakukan hal itu dalam shalat tahujud
beberapa rakaat.
Rasulullah SAW sebagai qudwah, pemberi petunjuk dan pemberi kabar gembira,
telah mengajarkan cara demikian. Cara itu juga pernah dilalui oleh orang-orang
shalih sehingga hafalan Al-Qur’an mereka kuat, tidak mudah lupa. Rasulullah SAW
bersabda :
“Dan apabila seorang penghafal Al-Qur’an mendirikan shalat kemudian dia
membacanya siang dan malam hari; maka dia akan selalu mengingatnya, dan apabila
dia tidak melakukannya maka dia akan melupakannya“ (H.R. Muslim).
15. Menghafal sendiri sedikit manfaatnya.
Barangkali ada kebiasaan buruk pada diri kita, yaitu suka menunda pekerjaan;
mengatakan “nanti” setiap kali terlintas pada diri kita untuk segera menghafal.
Saat kesibukan menghadang, kita pun menundanya. Lebih buruk lagi, tekad kita
akan cepat melemah.
Karenanya, hindari menghafal sendirian. Menghafallah bersama-sama seorang
kawan. Dengan begitu, kita pun akan dapat membuat perencanaan dan satu sama
lain akan saling membantu, saling berlomba satu sama lain, juga saling
mengingatkan bila terjadi kesalahan dalam membaca dan menghafal.
Betapa banyak peserta halaqah tahfizh Al-Quran di masjid, mushalla, di rumah,
dan sebagainya telah menghafal beberapa juz. Karena kesibukannya, mereka tidak
dapat menghadiri halaqah-halaqah tersebut. Mereka pun mengira mampu menghafal
secara individu dan tidak butuh lagi hadir dalam halaqah. Celakanya, semangat
mereka terlihat melemah dan akhirnya berhenti menghafal.
Yang lebih parah lagi, terkadang mereka disibukkan oleh urusan dan pekerjaan
yang membuat mereka meninggalkan murajaah hafalan yang lalu mereka hafal.
Demikianlah, hari demi hari berlalu dan mereka lupa semua yang mereka pernah
hafalkan. Mereka menyia-nyiakan semua yang pernah mereka raih.
Menghafal sendiri, tanpa bimbingan seorang guru, juga akan dihadapkan pada
kesalahan saat mengucapkan ayat-ayat Al-Qur’an. Memang, tanpa disadari,
kesalahan itu akan terus berlangsung dalam tempo yang lama. Namun, ketika dia
memperdengarkan hafalannya di hadapan peserta lainnya atau di hadapan gurunya,
maka kesalahan tersebut akan nampak jelas.
Oleh karena itu, kita dapat memilih dan mengajak beberapa teman, peserta
halaqat tahfizh, atau saudara
yang kita cintai karena Allah SWT, untuk sama-sama menghafal Al-Qur’an. Kita bisa
saling mengoreksi dan melakukan murajaah hafalan.
16. Teliti dalam membaca ayat-ayat yang mirip.
Penting sekali memperhatikan ayat-ayat yang mirip pada beberapa lafazh dan
membadingkan letak kemiripannya. Bagus sekali, jika sedang menghafal, kita menuliskan
ayat-ayat yang mirip, dengan harapan agar kita dapat menghadirkan letak ayat
yang mirip saat murajaah.
Kalau kita amati, sebagian peserta halaqat tahfizh tidak memperhatikan letak
ayat-ayat yang mirip. Mereka pun mengalami kesalahan saat tasmi’ (memperdengarkan)
hafalan. Kemiripan satu ayat dengan ayat lainnya akan dapat mengganggu
konsentrasi.
Tanpa kita sadari, bisa jadi mereka akan berpindah ke surat berikutnya.
Terkadang saat tasmi’ kita akan “nyasar” dan berpindah ke surat atau ayat
lainnya karena ada beberapa ayat yang mirip. Oleh karena itu, kita harus
lebih fokus pada ayat-ayat yang mirip, mengamatinya, dan ada perhatian lebih
terhadapnya. Perhatikan ungkapan salah seorang ulama:
“Sesungguhnya mengenal letak ayat yang mirip akan memberikan kemudahan dalam
menguatkan hafalan seorang penghafal dan melatih peserta halaqat tahfizh. Ada
satu kelompok Qurra (para qari’/ahli qiraat) yang menulis jenis ini dan mereka
menjulukinya dengan sebutan Al-Mutasyabih sebagai jawaban dari buruknya
hafalan”.
Mudah-mudahan, tips
menghafal Al-Qur’an di atas dapat membantu kita dalam menghafal Kalamullah.
Amin! Allahu a’lam bish-shawab.*
0 komentar: